Rabu, 11 Desember 2013

SEBOTOL 'OBAT ALERGI' HIDUP

Di sebuah dusun terpencil. Seorang pria mendatangi seorang tabib sekaligus tokoh agama.

 ”Pak, saya sudah bosan hidup! Sudah jenuh rasanya. Rumah tangga saya berantakan, usaha saya kacau dan apapun yang saya kerjakan selalu berantakan. Saya ingin mati saja guru. ” keluh pria itu dengan nada putus asa.

”Oh, kamu sakit.” Sang tabib menjawabnya sambil tersenyum.

”Tidak guru, saya tidak sakit. Saya masih sehat dan saya hanya jenuh dengan kehidupan ini. Sebab itulah saya ingin mati. ” Jelas pria itu lagi seolah tidak mendengar pembelaannya. Sang tabib meneruskan, ”Kamu sakit.. dan penyakitmu itu
sebutannya “Alergi Hidup”. Ya,kamu alergi
terhadap kehidupan. Namun jangan khawatir anak muda, penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku. ”
“Tidak pak, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh,saya benar-benar ingin mati!” Pria itu menolak tawaran sang tabib.

”Oh, jadi kamu betul-betul sudah bulat ingin mati ya? Baiklah kalau begitu." sang tabib berjalan memasuki kamarnya sambil membawa sesuatu dalam botol.
"Ambillah botol obat ini. Setengah botol diminum malam ini, setengah botol lagi besok sore pukul 06.00 dan pukul 08.00 malam kau akan mati dengan tenang. ”

Mendengar penjelasan sang tabib, pria itu malah menjadi bingung. Karena setiap tabib yang didatanginya selama ini selalu berupaya untuk memberikannya semangat untuk hidup, namun dukun yang satu ini koq malah aneh. Bahkan ia menawarkan racun agar dia bisa lebih cepat mati. Tapi karena memang sudah betul-betul jenuh hidup dan tekad untyk mati sudah bulat maka ia pun menerima racun tersebut dengan senang hati.

Sesampainya di rumah, si pria langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut “ obat” oleh dukun tabib itu. Dan yang terjadi selanjutnya adalah, ia merasakan ketenangan tak terhingga yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu rileks dan begitu santai. ”Tinggal satu malam, satu hari lagi dan aku akan mati.” Begitulah pikiran yang terlintas di benaknya saat itu.

Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran mewah. Sesuatu yang sudah tidak pernah ia lakukan dalam beberapa tahun terakhir. Hitung-hitung malam terakhir,ia ingin meninggalkan kenangan yang manis! Sambil makan, ia bersenda gurau.. dan suasana menjadi santai sekali malam itu. Sebelum tidur, ia mencium kening istrinya dan membisikan sesuatu di telinganya.

“Sayang, aku mencintaimu.” bisik pria itu lembut.

Pria itu berpikir bahwa malam itu adalah malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan yang manis! Esoknya, ketika bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat keluar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. Pulang ke rumah setengah jam kemudian, ia menemukan istrinya masih terlelap.Tanpa membangunkannya, ia masuk ke dapur dan membuat dua cangkir kopi. Satu untuk dirinya dan satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah pagi terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan yang manis! Sang istri pun merasa aneh sekali. ”Selama ini mungkin aku salah. Maafkan aku sayang..” Begitulah kata yang
terucap dari bibir istrinya saat itu.

Di kantor, ia menyapa setiap orang dan bersalaman dengan setiap orang. Melihat hal itu, staffnya pun bingung.

”Hari ini bos kita kok kelihatan aneh ya..??” pikir orang-orang di kantor tempat pria itu bekerja Dan sikap mereka pun berubah, mereka menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang yang terakhir, si pria ingin meniggalkan kenangan yang manis!
Tiba-tiba, sungai kehidupannya seperti mengalir kembali.. hidupnya terasa sangat indah. Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri,tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah diminumnya sore sebelumnya. Dengan tergesa- gesa ia mendatangi sang tabib lagi. Melihat kedatangan pria itu dengan wajah yang sumringah. Sang tabib rupanya langsung menebak apa yang telah terjadi.

”Buang saja botol itu..,isinya hanya air biasa. Kamu sudah sembuh sekarang!”
“Apabila kamu hidup dalam kekinian, apabila kamu hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kamu akan menikmati setiap detik kehidupanmu. Kini yang harus kamu lakukan adalah, leburkan segala ego, keangkuhan dan kesombongan dalam dirimu.

Jadilah selembut air dan mengalirlah bersama sungai kehidupan, maka kamu tidak akan
jenuh dan bosan. Itulah rahasia kehidupan dan itulah kunci kebahagiaan dan jalan ketenangan. ” Saran sang tabib kepada si pria.

“Terima kasih!!” ucap si pria sambil menyalami sang tabib, lalu segera bergegas pulang untuk mengulangi pengalaman yang terjadi dalam satu hari terakhir ini.
“Ini adalah hari terindah dalam hidupku!! Dan ini akan menjadi kebiasaanku sampai aku d panggil oleh yang Maha Kuasa. ” Sang pria berkata sambil menatap ke langit sore itu..


Semoga cerita ini dapat bermanfaat bagi anda..^^

Minta Cium, Cinta atau Nafsu

Minta Cium, Cinta atau Nafsu  – Siapa diantara Anda yang saat ini sedang menjalin cinta atau setidaknya pernah menjalin hubungan cinta? Sebagian besar orang pernah memadu kasih dalam ikatan cinta. Siapa yang tidak bahagia berpegangan tangan, saling merangkul, berciuman dan melakukan bentuk kemesraan lain dengan pasangan.

Sebuah masalah akan muncul ketika mereka masih dalam proses pacaran. Salah satu pasangan dianggap agresif dan sering meminta untuk dipeluk, bahkan dicium. Beberapa orang menganggap hal itu adalah tidak benar dan cenderung memanfaatkan situasi.
Namun, di sisi lain, tuntutan untuk dicium dan dipeluk dianggap sebagai bentuk rasa cinta pada pasangan. Tuntutan yang tidak terpenuhi, dianggap tidak ada cinta di sana. Dalam sebuah perumpamaan, cinta tanpa ciuman seperti sayur tanpa garam.
Pertanyaanya, apakah anggapan masyarakat terutama di kalangan remaja ini benar? Dilihat dari kacamata psikologi, Sternberg mengungkapkan dalam penelitiannya, bahwa cinta memiliki tiga unsur, yaitu gairah (passion), kedekatan (intimacy), dan komitmen (commitment). Walaupun tidak semua orang memenuhinya, cinta yang sempurna adalah cinta yang memiliki syarat adanya ketiga unsur tersebut. Jadi, masing-masing unsur tidak boleh hilang dalam hubungan cinta yang sempurna.
Ciuman di kening, pipi dan bibir merupakan bentuk perilaku dari gairah dalam sebuah cinta. Bila orang menganggap bahwa nafsu atau gairah adalah sama dengan cinta, maka itu tidak sepenuhnya benar. Nafsu atau gairah merupakan bagian dalam tiga unsur cinta yang sempurna.
Kemudian, bagaimana anggapan bahwa cinta tanpa pelukan dan ciuman seperti sayur tanpa garam? Inilah yang disebut dengan Companionate love oleh Sternberg, yaitu di mana gairah sudah tidak nampak lagi, tetapi kedekatan yang mendalam dan komitmen masih tetap ada. Tipe cinta ini merupakan cinta tanpa adanya gairah. Biasanya terjadi pada mereka yang memiliki hidup yang sibuk dan seiring waktu gairah pada pasangan mulai memudar, namun masih ada komitmen untuk hidup bersama.
Perbedaan status ‘pernikahan’ dan ‘berpacaran’ membuat unsur gairah dalam cinta memiliki nilai yang berbeda. Dalam sebuah pernikahan, gairah merupakan unsur yang harus ada dan terpenuhi oleh masing-masing pasangan. Berbeda ketika masih pacaran, sebagian pasangan menganggap gairah dalam ikatan cinta merupakan pemaksaan dan cenderung memanfaatkan situasi.
Keputusan ada di tangan Anda, masih menganggap ciuman adalah hal yang negatif ketika pacaran, atau itu adalah bagian dari cinta.

Kamis, 05 Desember 2013

SAKIT ITU

Beberapa hari ini badan terasa kurang fit dengan banyak pekerjaan sangat menumpuk, sebenarnya sudah terasa dari minggu sebelumnya dengan gejala sakit kepala yang nggak hilang-hilang walaupun sudah minum obat sampai beberapa kali. Nggak tahu penyebabnya mungkin karena makan duren waktu pergi  ke kantor cabang untuk suatu pekerjaan, sejak itu sakit kepala mulai terasa tidak seperti  biasanya. Ada yang kasih tahu mungkin gejala darah tinggi karena kebanyakan makan duren di umur saya yang sekarang.

Tetapi Allah menciptakan Alam Semesta ini  apapun bentuk dan macam ciptaannya pasti ada maksud dan manfaatnya untuk setiap walaupun kadang kita menganggap itu sepele. Sekarang ini banyak ditemukan banyak tumbuhan yang selama kita anggap sepele dan tidak begitu bermanfaat bisa dijadikan obat berbegai macam penyakit ringan maupun berat.

Seperti yang saya alami sekarang yang mungkin darah tinggi ada tanaman atau buah yang bisa kita konsumsi untuk menurunkan tekanan darah tinggi untuk menjaga ketergantungan kita terhadap obat-obatan kimia. Selalu ada sisi positif dan negatif yang kedua kalau seimbang akan sangat bagus apabila sisi negatifnya terlalu berlebih maka nilai positif dapat memberikan keseimbangan. Apabila sesuatu terkena kotoran maka sisi bersih harus kita lakukan, jika kita ngantuk obatnya tidur, kopi atau minuman energi hanya menahan sesaat saja tidak menyembuh tidak memberikan keseimbangan kepada rasa kantuk kita.

Selalu ada lawan kata sebagai penyeimbang keadaan sekarang yang berjalan, ada atas ada bawah, ada kaya ada miskin, nggak mungkin seseorang selalu diatas terus masak kita naik ke genteng nggak turun-turun, apa mungkin kita minum air satu gelas airnya nggak habis-habis sama juga seperti cita-cita semua orang yang pengen kaya, kalau semua jadi kaya siapa yang akan jadi pekerja, siapa yang akan kita bagi harta kita sebagai shodaqoh, sebagai zakat yang merupakan ibadah yang sangat di sukai Allah.

Kembali ke sakit Allah memberikan nikmat sehat untuk instropeksi kepada kita, Allah memberikan nikmat sakit sebagai penyeimbang nikmat sehat kita untuk selalu ingat kepada Allah, maka nikmatilah jika kita sedang diuji sakit jangan mengeluh Allah mengingatkan kita dengan memberikan sakit, Allah melunturkan atau sebagai penebus dosa-dosa yang telah kita lakukan tanpa sadar.

Penelitian terakhir menyebutkan bahwa air liur kita dapat menyembuh orang dengan keluhan darah rendah, kalau tadi sakit darah tinggi ada tumbuhan atau buah-buahan tertentu yang dapat menekan terjadi darah tinggi ini cukup dengan air liur kita pengen tahu cara dan mencoba untuk yang darah rendah “ COBA ANDA MELUDAH KE MUKA ORANG YANG SAKIT TEKANAN DARAH RENDAH DIJAMIN DALAM WAKTU YANG SINGKAT TEKANAN DARAH AKAN MENINGKAT “


GOOD BLESS YOU.....

BAKSO KHALIFATULLAH


Oleh: Emha Ainun Nadjib

Setiap kali menerima uang dari orang yang membeli bakso darinya, Pak Patul mendistribusikan uang itu ke tiga tempat: sebagian ke laci gerobaknya, sebagian ke dompetnya, sisanya ke kaleng bekas tempat roti.

“Selalu begitu, Pak?”, saya bertanya, sesudah beramai-ramai menikmati bakso beliau bersama anak-anak yang bermain di halaman rumahku sejak siang.

“Maksud Bapak?”, ia ganti bertanya.“Uangnya selalu disimpan di tiga tempat itu?”

Ia tertawa. “Iya Pak. Sudah 17 tahun begini. Biar hanya sedikit duit saya, tapi kan bukan semua hak saya”

“Maksud Pak Patul?”, ganti saya yang bertanya.

“Dari pendapatan yang saya peroleh dari kerja saya terdapat uang yang merupakan milik keluarga saya, milik orang lain dan milik Tuhan”.

Aduh gawat juga Pak Patul ini. “Maksudnya?”, saya mengejar lagi.

“Uang yang masuk dompet itu hak anak-anak dan istri saya, karena menurut Tuhan itu kewajiban utama hidup saya. Uang yang di laci itu untuk zakat, infaq, qurban dan yang sejenisnya. Sedangkan yang di kaleng itu untuk nyicil biaya naik haji. Insyaallah sekitar dua tahun lagi bisa mencukupi untuk membayar ONH. Mudah-mudahan ongkos haji naiknya tidak terlalu, sehingga saya masih bisa menjangkaunya”.

Spontan saya menghampiri beliau. Hampir saya peluk, tapi dalam budaya kami orang kecil, jenis ekspressinya tak sampai tingkat peluk memeluk, seterharu apapun, kecuali yang ekstrem misalnya famili yang disangka meninggal ternyata masih hidup, atau anak yang digondhol Gendruwo balik lagi.

Bahunya saja yang saya pegang dan agak saya remas, tapi karena emosi saya bilang belum cukup maka saya guncang-guncang tubuhnya. Hati saya meneriakkan “Jazakumullah, masyaallah, wa yushlihu balakum!”, tetapi bibir saya pemalu untuk mengucapkannya. Tuhan memberi ‘ijazah’ kepadanya dan selalu memelihara kebaikan urusan-urusannya.

Saya juga menjaga diri untuk tidak mendramatisir hal itu. Tetapi pasti bahwa di dalam diri saya tidak terdapat sesuatu yang saya kagumi sebagaimana kekaguman yang saya temukan pada prinsip, managemen dan disiplin hidup Pak Patul. Untung dia tidak menyadari keunggulannya atas saya: bahwa saya tidak mungkin siap mental dan memiliki keberanian budaya maupun ekonomi untuk hidup sebagai penjual bakso, sebagaimana ia menjalankannya dengan tenang dan ikhlas.

Saya lebih berpendidikan dibanding dia, lebih luas pengalaman, pernah mencapai sesuatu yang ia tak pernah menyentuhnya, bahkan mungkin bisa disebut kelas sosial saya lebih tinggi darinya. Tetapi di sisi manapun dari realitas hidup saya, tidak terdapat sikap dan kenyataan yang membuat saya tidak berbohong jika mengucapkan kalimat seperti diucapkannya: “Di antara pendapatan saya ini terdapat milik keluarga saya, milik orang lain dan milik Tuhan”.

Peradaban saya masih peradaban “milik saya”. Peradaban Pak Patul sudah lebih maju, lebih rasional, lebih dewasa, lebih bertanggungjawab, lebih mulia dan tidak pengecut sebagaimana ‘kapitalisme subyektif posesif’ saya.

Tiga puluh tahun silam saya pernah menuliskan kekaguman saya kepada penjual cendol yang marah-marah dan menolak cendholnya diborong oleh Pak Kiai Hamam Jakfar Pabelan karena “Kalau semua Bapak beli, bagaimana nanti orang lain yang memerlukannya?”

Ilmunya penjual jagung asal Madura di Malang tahun 1976 saya pakai sampai tua. Saya butuh 40 batang jagung bakar untuk teman-teman seusai pentas teater, tapi uang saya kurang, hanya cukup untuk bayar 25, sehingga harga perbatang saya tawar. Dia bertahan dengan harganya, tapi tetap memberi saya 40 jagung.

“Lho, uang saya tidak cukup, Pak”

“Bawa saja jagungnya, asal harganya tetap”

“Berarti saya hutang?”

“Ndaaak. Kekurangannya itu tabungan amal jariyah saya”.

Doooh adoooh…! Tompes ako tak’iye!

Di pasar Khan Khalili semacam Tenabang-nya Cairo saya masuk sebuah toko kemudian satu jam lebih pemiliknya hilang entah ke mana, jadi saya jaga tokonya. Ketika dating saya protes: “Keeif Inta ya Akh…ke mane aje? Kalau saya ambilin barang-barang Inta terus saya ngacir pigimane dong….”

Lelaki tua mancung itu senyum-senyum saja sambil nyeletuk: “Kalau mau curi barang saya ya curi saja, bukan urusan saya, itu urusan Ente sama Tuhan….”

Sungguh manusia adalah ahsanu taqwim, sebaik-baik ciptaan Allah, master-piece. Orang-orang besar bertebaran di seluruh muka bumi. Makhluk-makhluk agung menghampar di jalan-jalan, pasar, gang-gang kampung, pelosok-pelosok dusun dan di mana-manapun. Bakso Khlifatullah, bahasa Jawanya: bakso-nya Pak Patul, terasa lebih sedap karena kandungan keagungan.

Itu baru tukang bakso, belum anggota DPR. Itu baru penjual cendhol, belum Menteri dan Dirjen, Irjen, Sekjen. Itu baru pemilik toko kelontong, belum Gubernur Bupati Walikota tokoh-tokoh Parpol. Itu baru penjual jagung bakar, belum Kiai dan Ulama.
---
Dikutip dari karya Emha Ainun Nadjib, "Demokrasi La Roiba Fih"

Rabu, 20 November 2013

Terlena dengan Kekayaan

Medium atau sebab untuk meraih kesadaran dan pertobatan memang amat beragam. Misalnya, seseorang baru sadar jika ditimpa penyakit akut lalu sembuh, mengalami kecelakaan maut lantas selamat, bertemu dengan seseorang yang piawai dalam menyentuh tali jiwanya, karena perjalanan usia, atau lantaran mimpi

Terkadang, sebab itu datang sendiri menyelinap ke dalam hati seseorang yang dikehendaki Allah. (QS al-Qashash: 56). Maka berbahagialah mereka yang bisa mereguk kesadaran ini sebelum ajal tiba.

Memunculkan kesadaran akan Allah dan akhirat, hakikatnya memang hak prerogatif Allah. Di samping ia juga merupakan medan mujahadah seseorang. Beragam ujian seringkali menjadi dinding tebal untuk sampai kepadanya. 

Selain kemiskinan, kekayaan juga merupakan perangkap yang kerap meninabobokan seseorang sehingga mereka terlena dalam kemaksiatan.

Ketika banyak orang dan tokoh high class terperosok dalam jurang kemaksiatan, seraya melupakan Allah dan Hari Akhir— seperti ramai diberitakan,—gambaran di atas mengajarkan hal penting. 

Bagaimana keturunan Bani Hasyim yang berada dalam gemerlapnya kekayaan ini telah mengambil keputusan yang amat menentukan perjalanan hidupnya.

Hal ini jelas tak mudah, karena orang yang tidur itu tak sadar jika dirinya bermimpi, kecuali sudah bangun. Demikian pula orang yang lalai terhadap akhirat; ia tidak menyadari akan apa yang sudah disia-siakan kecuali setelah kematian menjemputnya.

Menahan

Setiap orang orang pasti pernah merasakan

Ingin Buang Air Besar tapi ditahan akibatnya perut akan sakit, keluar keringat dingin
Ingin Kencing tapi ditahan akibatnya akan sakit kandung kemih, batu ginjal sampai sakit prostat
Ingin Batuk tapi ditahan akibanya tenggorokan akan makin gatal dan sakit
Apalagi kalau kalau lagi diare terbayang kalau sampai ditahan.

Efek sampingnya organ atau anggota tubuh yang lain langsung merasakan sakit, dampaknya langsung terasa dan kelihatan.

Apa bedanya dengan bila kita menahan yang INI

Kita ingin ber Zakat tapi ditahan nggak jadi karena sayang harta berkurang
Kita ingin ber Shodaqoh ditahan nggak jadi karena masih butuh harta kita
Kita ingin Sholat begitu ada Adzan panggilan Sholat ditahan karena sibuk bekerja

Mungkin efeknya tidak akan langsung dirasakan secara fisik oleh organ atau anggota tubuh kita.
Tapi efeknya hati atau kalbu kita makin rusak, Safety Box kebaikan kita di akherat makin lama makin kosong dan rusak karena tidak pernah diisi. Sedangkan Safety Box kejelekan kita di Akherat makin penuh.
Pada saatnya ditimbang akan ketahuan berat yang mana antara Safety Box tersebut.

Sekitar Bandung

Air Mata di Pusara Ibu

Saya pernah membaca buku berjudul Dam'ah 'ala Qabri Ummi (Air Mata di Pusara Ibu) yang ditulis Prof Shalih Al Ayid. Penulis buku ini sejak kecil ditinggal wafat ayahnya dan dibesarkan ibunya. Perjuangan ibu dan pengorbanan untuk anak-anaknya sangat berkesan di hati anak. Ketika ibunya wafat, ia benar-benar sedih. 

Maka, beliau menulis buku tersebut untuk mengenang dan mengungkapkan perasaan sedihnya, mengingatkan besarnya jasa ibu, dan menghibur dirinya agar sabar, ikhlas, pasrah, dan tawakal kepada Allah SWT. 

Prof Al Ayid berkata dalam buku itu, “Sesungguhnya doa ibu tidak mungkin meleset. Ibuku-semoga Allah merahmatinya-selalu ridha terhadap anak-anaknya dan sangat mencintai mereka. Ibuku selalu berdoa memohon kebaikan untuk anak-anaknya di setiap waktu. Berdoa dengan hati yang bersih tanpa ada dendam dan kebencian. Karena itu, saya melihat segala kemudahan dalam segala urusanku adalah hasil dari doa beliau secara nyata dan tidak ada keraguan sedikitpun. Berapa banyak pintu kebaikan terbuka untukku dengan tidak disangka-sangka dan berapa banyak tipu daya orang-orang yang iri dan dengki menjadi runtuh karena karunia Allah disebabkan doa ibuku yang dikabulkan-Nya.”

Prof Muhammad Mukhtar Syinqithi, pengajar di Masjid Nabawi dan dosen di Islamic University, Madinah, memiliki kisah lain. Ia rutin mengajar hadis dan fikih di Masjid Malik Su'ud, Jeddah. Kajian berlangsung setiap pekan, antara Maghrib hingga Isya. Setelah azan Isya dan sebelum iqamat, ada tanya jawab selama 20 menit. 

Suatu kali, pernah beliau datang dari Madinah ke Jeddah hanya menyampaikan pengajian sekitar 15 menit saja. Ibunya sakit. Beliau tadinya ingin meliburkan pengajian untuk mendampingi dan merawat ibunya, tetapi ibunya memerintahkan dia agar tetap mengajar di Jeddah. Karena patuh kepada sang ibu, ia berangkat ke Jeddah. 

Tapi, ia mengajar hanya 15 menit lalu pulang lagi ke Madinah. Perjalanan pulang pergi 900 km hanya untuk mengajar 15 menit! Sebulan kemudian, ibunya wafat-semoga Allah merahmatinya-dalam keadaan ridha kepada anaknya. Mengapa Ibu? Berbakti kepada ibu bapak wajib hukumnya. Berbuat baik ke ibu tiga kali besarnya dari berbuat baik ke ayah. Kedudukan ibu sangatlah mulia. 

Kita prihatin sekali jika mendengar sebagian dari anak-anak remaja dan pemuda berani berkata dengan suara lebih keras kepada ibunya. Membantah, memarahi, bahkan menyakiti ibu dengan ucapan maupun perbuatan.

Mohonlah maaf kepada ibu, mintalah ridha dan doanya. Jangan sampai terjadi, ibu kita wafat dalam keadaan kita durhaka kepadanya dan kita belum sempat minta maaf kepadanya.

Sering kita baru merasakan betapa besar nikmat Allah saat nikmat itu dicabut dari kita. Kita merasakan betapa besar nikmat sehat setelah kita sakit, nikmat keamanan setelah datangnya kekacauan, nikmat keutamaan seorang guru setelah kita kehilangannya, nikmat keberadaan orang tua setelah wafatnya. Sungguh beruntung seorang anak yang dapat melihat kedua orang tuanya pagi dan petang.
Sungguh beruntung seorang anak yang masih memiliki kedua orang tua atau salah satunya. Sungguh beruntung seorang anak yang dibutuhkan oleh kedua orang tua atau salah satunya. Sungguh beruntung seorang anak yang mendapatkan taufik Allah untuk berbakti kepada orang tuanya.


by. Fariq Gasim Anuz

Selasa, 19 November 2013

Akhirnya Dia Kembali

Sejak kecil dia dimanja oleh kakeknya. Apapun permintaan sang cucu dikabulkan. Setelah sang kakek meninggal, dia mengalami goncangan, terutama karena bapaknya sangat keras dan disiplin.

Permintaannya lebih banyak ditolak daripada dikabulkan. Mulailah dia mencuri, mula-mula hanya mengambil uang kas di toko milik bapaknya. Tatkala pengawasan kotak uang di toko diperketat, mulailah dia mencuri di tempat lain.

Bapaknya marah luar biasa. Akibatnya sang anak mulai menjauh dari bapaknya. Jika bapak datang ke rumah, sang anak langsung pergi. Lama-lama sang anak juga menjauh dari seluruh anggota keluarga. Jadilah dia anak jalanan.

Berpuluh tahun lamanya sang anak tidak diketahui keberadaannya. Sampai pada suatu hari, ada yang melihatnya di suatu kota besar yang penuh hiruk pikuk.

Sang anak sudah berubah menjadi seorang pemuda bertubuh tegap, di lehernya teruntai kalung emas yang cukup besar. Di jari tangannya ada dua batu permata yang menonjol. Secara ekonomi, sepertinya dia cukup eksis.
Tetapi sayang, hidupnya bergelimang dosa. Keluarga, terutama ibunya membujuknya untuk kembali pulang ke rumah, bergabung dengan keluarga.

Dia memang mau pulang ke rumah, sekadar melepaskan kerinduan kepada ibu dan adik serta kakaknya. Kepada sang bapak, sepertinya dia menyimpan dendam. Jika bapaknya datang, dia langsung pergi.

Tentu saja ibu dan saudara-saudaranya selalu berusaha mengingatkan dan membujuknya untuk bertaubat, kembali ke jalan yang benar:  mencari rezeki yang halal, menegakkan shalat dan meninggalkan perbuatan maksiat.

Tetapi sepertinya hatinya sudah tertutup. Semua nasehat masuk telinga kiri ke luar telinga kanan. Dia tetap jauh dari agama, bahkan semakin jauh.

Sampai berumur lebih empat puluh tahun dia belum juga bertobat. Apakah Allah sudah betul-betul menutup hatinya? Ternyata tidak.

Pada suatu hari saya dapat berita bahwa dia sudah bertobat. Bahkan sudah pergi ke Makkah melaksanakan ibadah haji dengan isterinya.

Sekarang dia sudah rajin shalat, bahkan tahajud. Untuk kehidupan sehari-hari, dia benar-benar sudah berbisnis yang halal. Saya jadi penasaran apa yang menyebabkan dia mau bertobat.

Dalam suatu  tugas ke daerah, kebetulan ke kota tempat dia berdomisili, saya sempatkan mengunjungi laki-laki yang sudah tobat itu. "Peristiwa apa yang menyebabkan Anda sadar?" Tanya saya tak sabar begitu ketemu.

Sambil senyum dia menjawab: "Rhoma Irama!" Jawabannya mengagetkan. "Ketemu langsung, apa melalui syair lagunya," sahut saya tidak sabar lagi. Dia ketawa. Kemudian meneruskan kisah pertobatannya.

"Rumah yang saya tempati sebelum ini berada dekat masjid. Setiap Subuh saya terbangun oleh suara azan." Rupanya  suara azan itulah yang diejeknya sebagai lagu Rhoma Irama.

"Sampai pada suatu Subuh", lanjutnya lagi, "setelah mendengar azan, tiba-tiba muncul keingingan untuk mengerjakan shalat. Masya Allah saya merasa nikmat dan tenang. Sejak itu saya tidak pernah berhenti mengerjakan shalat."

Begitulah jika Allah menghendaki, hati yang sudah tertutup, tiba-tiba terbuka kembali. Jangan pernah berputus asa dengan rahmat Allah SWT.

By
Prof Yunahar Ilyas

Haji

Dr Ali Syariati – seorang intelektual Iran yang pemikirannya banyak dijadikan referensi, dalam bukunya Hajj: Reflection on its Rituals memberikan refleksi bahwa Haji adalah sebuah “simbol”. Semakin dalam engkau menyelami lautan ini, semakin jauh engkau dari tepiannya. Haji adalah samudera tak bertepi. Makna haji itu sesuai dengan ‘pemaknaanmu’ sendiri. Jika ada yang mengaku paham keseluruhan makna haji, maka sesungguhnya ia tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang haji. Esensi ritual haji adalah evolusi eksistensial manusia menuju Allah. Haji merupakan drama simbolik dari filsafat penciptaan anak cucu Adam.

Refleksi Ali Syariati ini tidak berlebihan, karena banyak orang yang terjebak dengan gerakan ritual fisik dalam ibadah haji, tanpa mendalami pemaknaan bathin yang hakiki. Banyak orang menunaikan ibadah haji ke Mekkah, tapi mungkin tak meraih ma’rifat. Mereka bertawaf mengelilingi Ka’bah, tapi tak berjumpa dengan Tuhan. Mereka ber-sa’i penuh gairah, tapi tak menghayati makna pergulatan Siti Hajar berlari antara bukit Shafa dan Marwa untuk putra tercinta Ismail. Mereka mabit di Mina, namun tak meraih muhasabah diri yang teduh. Mereka berwukuf di terik Arafah sebagai puncak ritual ibadah haji, tapi tak meraih pembebasan diri selain berdoa dan menangis tersedu-sedu untuk kesaktian diri, mereka bahkan melempar jumrah dengan semangat dan ambisius, tapi tak pernah berani melempar setan yang bersarang dalam dirinya.

Semestinya para hujjaj itu bertemu atau napak tilas dengan nabi Ibrahim. Belajarlah kepada nabi yang disebut kekasih Allah itu. Nabi yang bertauhid setelah mengalami proses pencarian Tuhan yang demikian panjang. Nabi yang berserah diri secara total ketika diminta mengurbankan putra tercintanya Ismail, padahal kehadiran sang anak telah dirindukannya demikian lama. Nabi yang beristrikan Siti Hajar seorang budak namun Ibrahim tetap penuh cinta kasih, dan tingkah lakunya dilambangkan dalam ibadah sa’i dalam rangka memperjuangkan kebutuhan putra terkasihnya Ismail, sebagai tanggung jawab seorang ibu. Nabi Ibrahim yang selalu mencintai kemakmuran rakyat dan negerinya melalui doanya yang muktabar: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri (Mekkah) ini aman sentosa dan hindarkanlah aku dan anak keturunanku dari menyembah berhala.” (QS. Ibrahim: 35)

Kita semua tahu bahwa mayoritas penduduk Indonesia ini beragama Islam, tapi berapa banyak yang Islamnya hanya sebatas ritual, bukan spiritual. Banyak di antara umat Islam yang rajin ke masjid, rajin mengaji, rajin puasa dan mengeluarkan zakat, namun hal itu baru sebatas ritual, sedangkan Islam spiritual akan tercermin dalam perilaku sehari-hari. Apakah kita sudah merasa takut kepada Allah di manapun berada, sehingga kita tidak akan pernah melakukan perbuatan yang tidak baik, itulah makna ihsan, karena kita selalu merasa bahwa seluruh sepak terjang kita senantiasa dalam pengawasan Allah Swt. Apakah kita dengan segera membantu saudara-saudara kita yang terkena musibah, selalu menjaga perasaan orang lain tatkala berbicara, selalu merendahkan diri dan tidak mengumbar kesombongan? Itu di antara bentuk Islam spiritual.


Kamis, 31 Oktober 2013

Mati

Sesaat sebelum mati, kita akan merasakan jantung berhenti berdetak, nafas tertahan dan badan bergetar. Kita merasa dingin di telinga. Darah berubah menjadi asam dan tenggorokan berkontraksi.
- 0 Menit, Kematian secara medis terjadi ketika otak kehabisan supply oksigen.

- 1 Menit, Darah berubah warna dan otot kehilangan kontraksi, isi kantung kemih keluar tanpa izin.
- 3 Menit, Sel-sel otak tewas scr massal. Saat ini otak benar2 berhenti berpikir
- 4 sampai 5 Menit, Pupil mata membesar dan berselaput. Bola mata mengkerut karena kehilangan tekanan darah.
- 7 sampai 9 Menit, Penghubung ke otak mulai mati.
- 1 sampai 4 Jam, Rigor Mortis (fase dimana keseluruhan otot di tubuh menjadi kaku) membuat otot kaku dan rambut berdiri, kesannya rambut tetap tumbuh setelah mati.
- 4 sampai 6 Jam, Rigor Mortis Terus beraksi. Darah yg berkumpul lalu mati & warna kulit menghitam.
- 6 Jam, Otot masih berkontraksi. Proses penghancuran, seperti efek alkohol masih berjalan.
- 8 Jam, Suhu tubuh langsung menurun drastis.
- 24 sampai 72 Jam, Isi perut membusuk, mikroba & pankreas mulai mencerna dirinya sendiri.
- 36 sampai 48 Jam, Rigor Mortis berhenti, tubuh selentur penari balerina.
- 3 sampai 5 Hari, Pembusukan mengakibatkan luka skala besar, darah menetes keluar dari mulut dan hidung.
- 8 sampai 10 Hari, Warna tubuh berubah dari hijau ke merah sejalan dengan membusuknya darah.
- Beberapa Minggu, Rambut, kuku & gigi dengan mudahnya terlepas.
- Satu Bulan, Kulit mulai mencair.
- Satu Tahun, Tdk ada lagi yang tersisa dari tubuh. Kita yg sewaktu hidupnya cantik, gagah, ganteng, kaya dan berkuasa, sekarang hanyalah tumpukan tulang-belulang yg menyedihkan. Jadi, apa lg yg mau disombongkan org sebenarnya???                            
Sahabat,
Kita tak membawa apapun juga saat kita meninggalkan dunia yg fana ini...
Jadilah manusia yg bisa menjadi perpanjangan rahmatNya bagi sesama, jangan mempersulit hidup orang lain, apalagi berbuat jahat.. saling menghargailah..dan bantu sesamamu..